Diduga Ada Pengaburan Anggaran, PT Adhi Karya Diminta Buka Rincian Proyek Nelayan Rp 172 Miliar

Sinjai — Angin sore dari pesisir Sinjai berhembus pelan ketika kabar itu pertama kali pecah—sebuah desas-desus tentang proyek raksasa yang nilainya berubah seperti bayangan di balik cahaya. Di warung-warung kecil, di beranda rumah-rumah nelayan, hingga di balai desa yang mulai remang, satu pertanyaan menggantung di udara: mengapa anggaran Rp 172 miliar tiba-tiba menyusut menjadi hanya Rp 56 miliar?

Pertanyaan itu menyebar cepat, lebih cepat dari gelombang laut yang memukul dermaga kampung. Warga mulai berbisik, tokoh masyarakat saling menatap penuh curiga, dan mata para nelayan yang biasa tenang mulai memancarkan keresahan. Ada sesuatu yang tidak beres pada Proyek Kampung Nelayan Merah Putih, sesuatu yang disembunyikan, sesuatu yang seolah dikaburkan.

Ketika awak Redaksi Berita Istana menelusuri jejaknya, pintu demi pintu terasa tertutup. Sirajuddin, Kepala Desa Tongke-Tongke, hanya menjawab singkat, seperti seseorang yang takut mengatakan lebih dari yang ia tahu. Bupati Sinjai Hj. Ratnawati Arif tak merespons, begitu pula Kepala Dinas Perikanan yang tetap diam ketika dimintai klarifikasi. Yang lebih mencurigakan, pihak PT Adhi Karya, perusahaan yang menangani proyek tersebut, justru memberikan angka berbeda—angka yang jauh lebih kecil dari data resmi negara.

Di tengah kabut kebingungan itu, satu hal menjadi jelas: ada selisih ratusan miliar rupiah yang melayang entah ke mana. Dan di kampung kecil itu, kegelisahan mulai berubah menjadi kemarahan. Warga menuntut jawaban, menuntut transparansi, menuntut agar dugaan korupsi jumbo ini diseret ke terang benderang.

Pada akhirnya, badai yang bergolak di Sinjai bukan sekadar tentang angka. Ini tentang keadilan yang terasa dicuri pelan-pelan—seperti perahu nelayan yang malam-malam ditarik ke laut oleh tangan tak terlihat.

Wacanen Ugi:  Investasi Kavling Bergengsi di Simpang 5 Boyolali

Dugaan pengaburan anggaran jumbo dalam proyek Kampung Nelayan Merah Putih mencuat dan memicu kemarahan warga Sinjai. Proyek yang tercantum dalam LPSE Kementerian Kelautan dan Perikanan memiliki nilai pagu Rp 172.074.577.000, namun ketika dikonfirmasi, pihak PT Adhi Karya mengklaim bahwa nilai kontrak hanya Rp 56,4 miliar. Perbedaan fantastis ini membuat publik bertanya-tanya: ke mana selisih ratusan miliar rupiah tersebut?

Sejumlah tokoh masyarakat pun meminta aparat penegak hukum dari pusat turun tangan mengusut tuntas dugaan korupsi skala besar ini.

Selisih Anggaran Ratusan Miliar, Adhi Karya Tak Beri Jawaban Tegas : Ketika redaksi Berita Istana menghubungi pihak Adhi Karya melalui nomor WhatsApp 0856-0911-9150, salah satu penanggung jawab lapangan menyatakan bahwa anggaran pembangunan untuk lima lokasi proyek hanya senilai Rp 56.420.555.000 (include PPN).

Namun, nilai itu bertolak belakang dengan data resmi LPSE yang mencantumkan pagu proyek mencapai Rp 172 miliar. Hingga kini, pihak Adhi Karya tidak memberikan penjelasan terkait perbedaan mencolok tersebut.

Selain itu, perusahaan pelat merah tersebut juga tidak memasang papan informasi publik di lokasi pekerjaan, padahal kewajiban tersebut telah diatur dalam UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Ketiadaan informasi ini semakin memperkuat dugaan adanya “permainan anggaran” yang sengaja ditutup-tutupi.

Pemerintah Desa Mengaku Tidak Tahu Besarnya Anggaran, Kepala Desa Tongke-Tongke, Sirajuddin, saat dikonfirmasi mengatakan bahwa pihaknya hanya terlibat dalam pengawasan dan pengembangan usaha dalam program tersebut.

“Kami tetap bekerja sama dengan pengawas Adhi Karya dalam pengawasan pengembangan usaha KDMP, namun kami tidak mengetahui berapa anggarannya,” ujarnya.

Sikap bungkam juga ditunjukkan oleh Bupati Sinjai Hj. Ratnawati Arif serta Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Sinjai yang tidak memberikan respons saat dikonfirmasi mengenai polemik anggaran tersebut.

Wacanen Ugi:  SD Negeri 1 Ampel Boyolali Disorot: Dugaan Pelecehan Seksual Siswi Kelas I dan Pungli Puluhan Juta

Tokoh Masyarakat: ‘Ini Harus Diusut dari Jakarta’ Warga Sinjai menilai praktik dugaan penyelewengan ini bukan hal baru. Mereka bahkan menyebut Adhi Karya selama ini seolah “kebal hukum” karena diduga sering memainkan proyek besar tanpa transparansi.

“Kasus dugaan korupsi jumbo ini harus diperiksa pihak terkait dari Jakarta. Jangan ada yang ditutup-tutupi lagi,” ujar salah satu tokoh masyarakat.

Kuasa hukum PT Berita Istana Negara, Panji, menilai bahwa pola jawaban yang disampaikan Adhi Karya sudah dapat diprediksi.

“Nanti pasti dalih-dalih seperti alasan kontrak langsung, penggabungan proyek, hingga perbedaan spesifikasi teknis antara kontrak dan lapangan. Pola lama untuk menghindari pertanggungjawaban ini sudah lama tercium,” tegasnya.

Data LPSE yang Diacuhkan, Dalam dokumen LPSE, paket pengadaan “Pembangunan Kampung Nelayan Merah Putih” di lima wilayah Sulsel—Bone, Bulukumba, Jeneponto, Makassar, dan Sinjai—pada Satuan Kerja Sekretariat Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, tercatat:

Nilai pagu: Rp 172.074.577.000

Jenis Pengadaan: Penunjukan Langsung

Nilai realisasi: Rp 0

Tanggal paket selesai: 31 Desember 2025

Selisih yang besar antara data LPSE dan klaim Adhi Karya inilah yang memicu riak besar di masyarakat.

Polemik selisih anggaran dalam proyek Kampung Nelayan Merah Putih terus memantik reaksi keras dari berbagai kalangan di Kabupaten Sinjai. Sejumlah tokoh masyarakat mendesak pemerintah dan pihak pelaksana memastikan pembangunan berjalan secara transparan, sesuai ketentuan hukum, dan terbuka untuk publik.

Desakan ini muncul setelah munculnya perbedaan mencolok antara nilai pagu proyek di LPSE yang tercatat Rp 172 miliar, dengan klaim pihak PT Adhi Karya yang menyebut bahwa anggaran pembangunan di lima lokasi hanya sekitar Rp 56,4 miliar. Ketidaksamaan angka tersebut memicu kecurigaan adanya dugaan pengaburan anggaran.

Wacanen Ugi:  Tani Merdeka Ngantos Rawuh ing Dinas Pertanian Sragen, Ngrembag Bantuan Jagung Kangge 200 Ewu Hektar

Tokoh Masyarakat: “Warga Berhak Tahu Ke Mana Anggarannya”

Salah satu tokoh masyarakat Sinjai menyebut bahwa transparansi adalah hak mutlak warga, terlebih proyek ini bersumber dari anggaran negara.

“Kami tidak menuduh, tapi perbedaan anggaran sebesar ini harus dijelaskan. Masyarakat berhak tahu ke mana setiap rupiah digelontorkan,” tegasnya.

Ia menilai bahwa proyek sebesar itu wajib dilengkapi papan informasi publik, laporan terbuka, hingga akses data yang mudah bagi warga.

“Kalau semuanya terang, tidak ada kecurigaan. Tapi kalau disembunyikan, wajar masyarakat curiga,” tambahnya.

Pemerintah Desa dan Pemkab Diminta Tidak Diam! Tokoh masyarakat juga menyoroti sikap diam sejumlah pejabat daerah. Kepala Desa Tongke-Tongke, Sirajuddin, mengakui tidak mengetahui besaran anggaran; sementara Bupati Sinjai dan Kepala Dinas Perikanan disebut tidak merespons konfirmasi awak media.

Mereka meminta Pemkab Sinjai untuk aktif menagih penjelasan resmi dari pelaksana proyek dan kementerian terkait.

Bupati harus hadir menyampaikan sikap, bukan diam. Ini menyangkut uang negara dan masa depan kampung nelayan kita.”

Dorongan Pemeriksaan dari Aparat Pusat, Melihat tidak adanya kejelasan dari pihak daerah, tokoh-tokoh Sinjai meminta agar dugaan selisih anggaran ini diperiksa lembaga penegak hukum dari pusat.

“Jangan sampai masyarakat dibiarkan menebak-nebak. Kalau ada selisih ratusan miliar, aparat pusat harus turun. Negara tidak boleh dirugikan,” tegas salah satu tokoh.

Harapan: Pembangunan Tetap Berjalan, Tapi Tanpa Rekayasa; Para tokoh menegaskan bahwa mereka mendukung pembangunan Kampung Nelayan Merah Putih, tetapi menolak bila ada unsur manipulasi, penggelapan, atau praktik tidak transparan.

“Kami ingin pembangunan berjalan, tetapi harus jujur, terbuka, dan diawasi. Jangan sampai proyek untuk nelayan justru jadi lahan permainan,” tutupnya.

Bagiaken menika:

Babagan Kita – Pawarta Jawa TV

Warta Paling Misuwur

Scroll to Top